aku-maniak-oral-se
- Home
- Cerita Porno
- aku-maniak-oral-se
Aku Maniak Oral Seks, nikmatin aja
Aku tergerak juga untuk mengirim tulisan setelah aku membaca salah satu
artikel di Internet tentang oral seks yang dikenal juga dengan nama
cunnilingus. Aku jadi teringat bahwa apa yang tertulis di situ ternyata
kasusnya sama dengan diriku.
Terus terang aku lebih menyukai oral seks daripada persetubuhan yang
sesungguhnya (dengan penetrasi), terutama jika si lelaki aktif mengoral si
wanita. Kecenderungan ini baru kusadari ketika waktu aku di sekolah
menengah beberapa tahun lalu untuk pertama kalinya aku menyaksikan film
biru. Aku sangat terangsang melihat adegan si lelaki menciumi dan
menjilati kelamin si wanita. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku begitu
tertarik pada adegan itu. Baru ketika aku kuliah aku kemudian punya pacar.
Pacaranku yang pertama biasa-biasa saja. Kegiatan seksual kami hanya
terbatas pada ciuman. Demikian pula dengan pacaranku yang kedua, meskipun
berlangsung lebih lama tetapi tidak ada letupan seksual yang berat. Kepada
kedua-duanya pernah kusampaikan keinginanku untuk meniru apa yang pernah
kulihat di film biru tetapi mereka menolak. Mungkin karena mereka merasa
risih. Setelah aku lulus dan bekerja keinginanku itu nyaris terlupakan.
Baru beberapa bulan bekerja aku punya seorang kenalan. Dia mengaku belum
lama putus dengan pacarnya. Kami sangat dekat sehingga akhirnya dia tahu
keinginan seksualku. Waktu aku mampir ke tempat kostnya, kami bercumbu.
Dalam kesempatan itu dia mengajak aku melakukan apa yang selama ini
menjadi keinginanku. Disitulah untuk pertama kalinya aku merasakan apa
yang kulihat di film biru beberapa tahun lalu. Aku menciumi seluruh
tubuhnya hingga berakhir di vagina dia. Hanya saja kami kurang
menikmatinya saat itu, mungkin karena aku kelihatan panik dan grogi,
sementara diapun tampaknya ada hambatan psikologis karena aku adalah teman
dekatnya. Setelah itu hubungan kami biasa-biasa saja.
Kesempatan kedua datang waktu aku berkenalan dengan seorang gadis di kolam
renang. Usianya beberapa tahun di bawahku. Anehnya aku tidak menjadi akrab
dengan gadis itu hingga akhirnya aku mendapat kesempatan berkenalan dengan
kakaknya yang usianya sebaya denganku. Aku mengenal kakaknya itu melalui
telepon ketika aku menelepon ke rumahnya. Kami kemudian janjian untuk
ketemu dan nonton. Cewek ini tinggi dan seksi, kulitnya agak hitam.
Ternyata dia pun baru selesai kuliah dan sekarang bekerja sebagai guru
senam (dia belum mendapat kesempatan pekerjaan lain). Waktu di dalam
bioskop kami berbincang-bincang. Dia makan coklat silver queen. Aku bilang
ama dia, bagi dong coklatnya. Ternyata dia tidak memotong coklat yang baru
malah langsung memagut bibirku dan dengan gerakan lidah yang mempesona,
memindahkan coklat yang baru dia kunyah sedikit demi sedikit ke
kerongkonganku. Persis seperti induk burung yang memberi makan anaknya.
Aku kaget bukan main. Sepanjang pemutaran film itu kami sibuk saling
memagut. Dia aktif sekali, bahkan waktu aku minta minum pun dia segera
menenggak buavita, menciumku, kemudian mengalirkan sari jeruk itu dari
mulutnya langsung ke mulutku. Dalam pertemuan kedua kami sepakat ketemu di
hotel sederhana. javcici.com Waktu ngobrol-ngobrol akhirnya kami menemukan titik temu,
bahwa kami sama-sama menghindari hubungan seks dalam arti penetrasi,
ternyata dia hanya mau dijilat dan akupun memang cuma ingin menjilat. Jadi
klop.
Kami berciuman sambil berdiri, pelan-pelan aku melucuti pakaiannya hingga
dia telanjang bulat. Masih sambil berdiri, aku menyusuri tubuhnya dengan
lidahku hingga lidahku berhenti di klitorisnya. Aku sudah jauh lebih
tenang dan rileks. Dia berdiri sambil mulai membuka kakinya. Aku berlutut.
Dengan satu sapuan yang menghentak dan seketika, aku menyapu permukaan
vaginanya dengan seluruh telapak lidahku. Dia menjerit di atas sana.
Kemudian ujung lidahku bermain di klitorisnya. Selain dengan lidah,
bibirku memagut, mengulum dan mengisap klitorisnya. Pelan-pelan aku
melakukan gigitan-gigitan kecil di sekitar situ sehingga membuat gerakan
pahanya semakin menggila. Kedua tanganku memegangi pahanya atau memeluk
pantatnya. Dari klitoris, ujung lidahku menemukan lubang vagina dan segera
menembusnya kemudian melakukan gerakan memutar dan menyapu, juga gerakan
lidah maju mundur. Karena lubangnya cukup besar, atau mungkin karena
mulutku yang kecil, aku bisa meletakkan bibirku agak ke dalam sehingga
lidahku bisa masuk cukup panjang dan leluasa. Lidahku menemukan
lapisan-lapisan lunak, ada juga seperti lekukan, benjolan atau suatu
permukaan seperti handuk. Setelah puas sambil berdiri, dia berjalan dan
duduk di kursi. Disuruhnya aku berlutut sementara dia duduk dan membuka
pahanya. Begitu dibuka, aku langsung “makan” dan dia tak henti-hentinya
mengeluarkan suara erangan atau keluhan. Tangannya meremas-remas kepalaku
atau menekan-nekan kalau dia merasa lidahku kurang dalam. Semakin lama
lubangnya semakin basah sehingga gerakan lidahku mengelurakan suara
kecipak-kecipak. Tidak ada bagian yang terlewat oleh lidahku. Akhirnya dia
bangun dan berjalan ke tempat tidur. Dia berbaring dan membuka pahanya.
Aku mengulangi lagi gerakan-gerakan tadi. Aku melihat dia masih tangguh
dan belum ada tanda-tanda orgasme padahal aku ingin membuat dia orgasme
dengan lidahku.
Dia membalikkan badannya kemudian nungging di depanku sehingga di
hadapanku kini terpampang sepasang pantat yang sehat dengan tumpukan
kelamin yang menantang. Aku menusukkan lidahku ke lubang kelaminnya dari
belakang. Sekarang rasanya lebih longgar dibandingkan tadi. Setelah
bermain cukup lama, masih dari belakang, aku membuat sapuan dengan seluruh
lidahku perlahan-lahan menyusuri belahan kelaminnya terus ditarik ke atas
hingga melewati belahan pantatnya dan berakhir di tengah garis pinggul.
Telingaku sudah penuh terisi oleh teriakan dan erangan dia. Akhirnya aku
berbaring menatap langit-langit kamar sementara dia masih tetap nungging.
Lantas aku punya inisiatif, dari belakang dia kepalaku masuk ke “kolong”
selangkangannya. Kini leherku berada di antara kedua pahanya dan di atas
wajahku terbentang kelaminnya yang menganga.
Dengan gerakan yang lebih lembut aku melakukan sapuan dan cemilan-cemilan
kecil sehingga dia kelihatan lebih tenang dan irama permainan menjadi
slow. Dengan setengah mendesah aku bilang, “bekap aku….. ” Dan
perlahan-lahan dia menurunkan pantatnya hingga kini wajahku benar-benar
“terbenam”. Lidahku segera menyusuri lubang kelaminnya, kujulurkan,
kemudian lidahku terkunci di dalam. Tanganku memeluk kedua pantatnya.
Seperti tahu maksudku, dia melakukan gerakan menggoyang. Pantatnya
bergerak memutar, kemudian maju mundur tak ubahnya seperti orang f**king.
Dia melakukan gerakan genjotan demi genjotan. Lidahku kutahan agar tidak
melesat dari lubang kemaluannya (sebetulnya aku mau bilang “m*m*knya” tapi
rasanya buatku terlalu vulgar). Aku tidak tahu ekspresi wajah dia, yang
jelas dia begitu enjoy dengan gerakan-gerakannya. Selain suara erangan,
aku masih bisa mendengar suara kain seprai diremas-remas. Gerakannya makin
kencang dan menggila. Kalau saja tidak karena dia orgasme, mungkin aku
tidak sanggup bertahan lebih lama lagi karena kehabisan nafas.
Akhirnya dia meregang, ada sentakan kecil, selama beberapa detik tidak ada
suara atau gerakan apa-apa, hening, cuma sedutan-sedutan di sepanjang
lorong kelamin dia. Akhirnya dia terkulai, aku segera mengangkat pinggul
dia dan keluar dari jepitan pahanya. Aku mengambil nafas dan berbaring di
sebelahnya, sementara dia masih tetap telungkup. Setelah berdiam diri
cukup lama, dia bangun, mengambil tisu dan membersihkan mukaku yang basah
dan lengket. Aku sendiri tidak sampai “keluar” (ejakulasi) tetapi aku
merasakan “sejenis orgasme” yang aneh, tidak keluar tapi puas, mungkin
karena aku bisa menikmati orgasme cewek dengan lidahku.
Setelah peristiwa itu kami masih sempat satu kali mengulanginya lagi, di
tempat yang berbeda dan waktu yang lain tetapi dengan urut-urutan yang
sama. Kemudian suatu hari dia bilang bahwa dia lebih baik menikah dengan
lelaki pilihannya. Yang jelas lelaki itu bukan aku, karena selama kami
kencan tidak sekalipun kami bicara soal pacaran atau pernikahan. Aku
memang ada rasa sedih mengingat aku sangat menikmati permainan ini, tetapi
ya sudahlah. Sampai sekarang aku masih mencoba bertahan dengan komitmenku
yaitu tidak melakukan seks dalam arti sampai penetrasi kelamin (memasukkan
kelamin). Bukan apa-apa, aku sangat takut pada penyakit kelamin. Aku
seorang yang well-informed sehingga segala informasi yang berkaitan dengan
penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS sudah ada di kepalaku. Memang dengan
oral pun kemungkinan terkena penyakit masih tetap ada tapi risikonya lebih
kecil. Lagi pula aku selalu menjaga kesehatanku, makanan yang baik,
berolahraga, dan menjaga kebersihan termasuk kebersihan mulut dan lidah
dengan antiseptik kumur.,,,,,,,,,,
Aku tergerak juga untuk mengirim tulisan setelah aku membaca salah satu
artikel di Internet tentang oral seks yang dikenal juga dengan nama
cunnilingus. Aku jadi teringat bahwa apa yang tertulis di situ ternyata
kasusnya sama dengan diriku.
Terus terang aku lebih menyukai oral seks daripada persetubuhan yang
sesungguhnya (dengan penetrasi), terutama jika si lelaki aktif mengoral si
wanita. Kecenderungan ini baru kusadari ketika waktu aku di sekolah
menengah beberapa tahun lalu untuk pertama kalinya aku menyaksikan film
biru. Aku sangat terangsang melihat adegan si lelaki menciumi dan
menjilati kelamin si wanita. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku begitu
tertarik pada adegan itu. Baru ketika aku kuliah aku kemudian punya pacar.
Pacaranku yang pertama biasa-biasa saja. Kegiatan seksual kami hanya
terbatas pada ciuman. Demikian pula dengan pacaranku yang kedua, meskipun
berlangsung lebih lama tetapi tidak ada letupan seksual yang berat. Kepada
kedua-duanya pernah kusampaikan keinginanku untuk meniru apa yang pernah
kulihat di film biru tetapi mereka menolak. Mungkin karena mereka merasa
risih. Setelah aku lulus dan bekerja keinginanku itu nyaris terlupakan.
Baru beberapa bulan bekerja aku punya seorang kenalan. Dia mengaku belum
lama putus dengan pacarnya. Kami sangat dekat sehingga akhirnya dia tahu
keinginan seksualku. Waktu aku mampir ke tempat kostnya, kami bercumbu.
Dalam kesempatan itu dia mengajak aku melakukan apa yang selama ini
menjadi keinginanku. Disitulah untuk pertama kalinya aku merasakan apa
yang kulihat di film biru beberapa tahun lalu. Aku menciumi seluruh
tubuhnya hingga berakhir di vagina dia. Hanya saja kami kurang
menikmatinya saat itu, mungkin karena aku kelihatan panik dan grogi,
sementara diapun tampaknya ada hambatan psikologis karena aku adalah teman
dekatnya. Setelah itu hubungan kami biasa-biasa saja.
Kesempatan kedua datang waktu aku berkenalan dengan seorang gadis di kolam
renang. Usianya beberapa tahun di bawahku. Anehnya aku tidak menjadi akrab
dengan gadis itu hingga akhirnya aku mendapat kesempatan berkenalan dengan
kakaknya yang usianya sebaya denganku. Aku mengenal kakaknya itu melalui
telepon ketika aku menelepon ke rumahnya. Kami kemudian janjian untuk
ketemu dan nonton. Cewek ini tinggi dan seksi, kulitnya agak hitam.
Ternyata dia pun baru selesai kuliah dan sekarang bekerja sebagai guru
senam (dia belum mendapat kesempatan pekerjaan lain). Waktu di dalam
bioskop kami berbincang-bincang. Dia makan coklat silver queen. Aku bilang
ama dia, bagi dong coklatnya. Ternyata dia tidak memotong coklat yang baru
malah langsung memagut bibirku dan dengan gerakan lidah yang mempesona,
memindahkan coklat yang baru dia kunyah sedikit demi sedikit ke
kerongkonganku. Persis seperti induk burung yang memberi makan anaknya.
Aku kaget bukan main. Sepanjang pemutaran film itu kami sibuk saling
memagut. Dia aktif sekali, bahkan waktu aku minta minum pun dia segera
menenggak buavita, menciumku, kemudian mengalirkan sari jeruk itu dari
mulutnya langsung ke mulutku. Dalam pertemuan kedua kami sepakat ketemu di
hotel sederhana. javcici.com Waktu ngobrol-ngobrol akhirnya kami menemukan titik temu,
bahwa kami sama-sama menghindari hubungan seks dalam arti penetrasi,
ternyata dia hanya mau dijilat dan akupun memang cuma ingin menjilat. Jadi
klop.
Kami berciuman sambil berdiri, pelan-pelan aku melucuti pakaiannya hingga
dia telanjang bulat. Masih sambil berdiri, aku menyusuri tubuhnya dengan
lidahku hingga lidahku berhenti di klitorisnya. Aku sudah jauh lebih
tenang dan rileks. Dia berdiri sambil mulai membuka kakinya. Aku berlutut.
Dengan satu sapuan yang menghentak dan seketika, aku menyapu permukaan
vaginanya dengan seluruh telapak lidahku. Dia menjerit di atas sana.
Kemudian ujung lidahku bermain di klitorisnya. Selain dengan lidah,
bibirku memagut, mengulum dan mengisap klitorisnya. Pelan-pelan aku
melakukan gigitan-gigitan kecil di sekitar situ sehingga membuat gerakan
pahanya semakin menggila. Kedua tanganku memegangi pahanya atau memeluk
pantatnya. Dari klitoris, ujung lidahku menemukan lubang vagina dan segera
menembusnya kemudian melakukan gerakan memutar dan menyapu, juga gerakan
lidah maju mundur. Karena lubangnya cukup besar, atau mungkin karena
mulutku yang kecil, aku bisa meletakkan bibirku agak ke dalam sehingga
lidahku bisa masuk cukup panjang dan leluasa. Lidahku menemukan
lapisan-lapisan lunak, ada juga seperti lekukan, benjolan atau suatu
permukaan seperti handuk. Setelah puas sambil berdiri, dia berjalan dan
duduk di kursi. Disuruhnya aku berlutut sementara dia duduk dan membuka
pahanya. Begitu dibuka, aku langsung “makan” dan dia tak henti-hentinya
mengeluarkan suara erangan atau keluhan. Tangannya meremas-remas kepalaku
atau menekan-nekan kalau dia merasa lidahku kurang dalam. Semakin lama
lubangnya semakin basah sehingga gerakan lidahku mengelurakan suara
kecipak-kecipak. Tidak ada bagian yang terlewat oleh lidahku. Akhirnya dia
bangun dan berjalan ke tempat tidur. Dia berbaring dan membuka pahanya.
Aku mengulangi lagi gerakan-gerakan tadi. Aku melihat dia masih tangguh
dan belum ada tanda-tanda orgasme padahal aku ingin membuat dia orgasme
dengan lidahku.
Dia membalikkan badannya kemudian nungging di depanku sehingga di
hadapanku kini terpampang sepasang pantat yang sehat dengan tumpukan
kelamin yang menantang. Aku menusukkan lidahku ke lubang kelaminnya dari
belakang. Sekarang rasanya lebih longgar dibandingkan tadi. Setelah
bermain cukup lama, masih dari belakang, aku membuat sapuan dengan seluruh
lidahku perlahan-lahan menyusuri belahan kelaminnya terus ditarik ke atas
hingga melewati belahan pantatnya dan berakhir di tengah garis pinggul.
Telingaku sudah penuh terisi oleh teriakan dan erangan dia. Akhirnya aku
berbaring menatap langit-langit kamar sementara dia masih tetap nungging.
Lantas aku punya inisiatif, dari belakang dia kepalaku masuk ke “kolong”
selangkangannya. Kini leherku berada di antara kedua pahanya dan di atas
wajahku terbentang kelaminnya yang menganga.
Dengan gerakan yang lebih lembut aku melakukan sapuan dan cemilan-cemilan
kecil sehingga dia kelihatan lebih tenang dan irama permainan menjadi
slow. Dengan setengah mendesah aku bilang, “bekap aku….. ” Dan
perlahan-lahan dia menurunkan pantatnya hingga kini wajahku benar-benar
“terbenam”. Lidahku segera menyusuri lubang kelaminnya, kujulurkan,
kemudian lidahku terkunci di dalam. Tanganku memeluk kedua pantatnya.
Seperti tahu maksudku, dia melakukan gerakan menggoyang. Pantatnya
bergerak memutar, kemudian maju mundur tak ubahnya seperti orang f**king.
Dia melakukan gerakan genjotan demi genjotan. Lidahku kutahan agar tidak
melesat dari lubang kemaluannya (sebetulnya aku mau bilang “m*m*knya” tapi
rasanya buatku terlalu vulgar). Aku tidak tahu ekspresi wajah dia, yang
jelas dia begitu enjoy dengan gerakan-gerakannya. Selain suara erangan,
aku masih bisa mendengar suara kain seprai diremas-remas. Gerakannya makin
kencang dan menggila. Kalau saja tidak karena dia orgasme, mungkin aku
tidak sanggup bertahan lebih lama lagi karena kehabisan nafas.
Akhirnya dia meregang, ada sentakan kecil, selama beberapa detik tidak ada
suara atau gerakan apa-apa, hening, cuma sedutan-sedutan di sepanjang
lorong kelamin dia. Akhirnya dia terkulai, aku segera mengangkat pinggul
dia dan keluar dari jepitan pahanya. Aku mengambil nafas dan berbaring di
sebelahnya, sementara dia masih tetap telungkup. Setelah berdiam diri
cukup lama, dia bangun, mengambil tisu dan membersihkan mukaku yang basah
dan lengket. Aku sendiri tidak sampai “keluar” (ejakulasi) tetapi aku
merasakan “sejenis orgasme” yang aneh, tidak keluar tapi puas, mungkin
karena aku bisa menikmati orgasme cewek dengan lidahku.
Setelah peristiwa itu kami masih sempat satu kali mengulanginya lagi, di
tempat yang berbeda dan waktu yang lain tetapi dengan urut-urutan yang
sama. Kemudian suatu hari dia bilang bahwa dia lebih baik menikah dengan
lelaki pilihannya. Yang jelas lelaki itu bukan aku, karena selama kami
kencan tidak sekalipun kami bicara soal pacaran atau pernikahan. Aku
memang ada rasa sedih mengingat aku sangat menikmati permainan ini, tetapi
ya sudahlah. Sampai sekarang aku masih mencoba bertahan dengan komitmenku
yaitu tidak melakukan seks dalam arti sampai penetrasi kelamin (memasukkan
kelamin). Bukan apa-apa, aku sangat takut pada penyakit kelamin. Aku
seorang yang well-informed sehingga segala informasi yang berkaitan dengan
penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS sudah ada di kepalaku. Memang dengan
oral pun kemungkinan terkena penyakit masih tetap ada tapi risikonya lebih
kecil. Lagi pula aku selalu menjaga kesehatanku, makanan yang baik,
berolahraga, dan menjaga kebersihan termasuk kebersihan mulut dan lidah
dengan antiseptik kumur.,,,,,,,,,,
Related Posts
Cerita Seks Lama Tak Kenak Sekali Kenak Tak Lama
Comments Off on Cerita Seks Lama Tak Kenak Sekali Kenak Tak Lama
Cerita Dewasa Guruku Ternyata Haus Batang
Comments Off on Cerita Dewasa Guruku Ternyata Haus Batang
Ditha Stories – Gara-gara Pura-pura Mabok
Comments Off on Ditha Stories – Gara-gara Pura-pura Mabok